Sabtu, 31 Maret 2018

Nalar Bukan Lagi Lakon Melainkan Ambisi

       Pemira ditunda! Hingga besok. Besoknya lagi. Besok dan besok. Mau sampai kapan? Ada apa dengan gugatan itu? Ada apa dengan segala emosi dan ketidakterimaan kalian itu? Adakah yang kalian takutkan? Adakah praduka yang kalian tak inginkan untuk terjadi?

Amarah. Emosi. Gugatan. Tuntutan. Semuanya ada karena tidak adanya penerimaan.

Entah kepada siapa kekecewaan ini berlabuh. Hanya saja saya sangat menyayangkan hal ini harus terjadi. Ini masih Pemilihan Umum tapi kekacauan sudah tampak di mana-mana. Masih pemilihan umum, segala hal sudah diselesaikan dengan emosi, bagaimana jika sudah menjadi pemimpin nanti? Apakah segala masalah juga akan diselesaikan dengan pertikaian, teriakan, amarah dan emosi?

Jujur saya kecewa melihat segala emosi dan amarah yang tampak di gedung AULA itu. Padahal jika dipikir-pikir kita semua sama. Mahasiswa yang sama-sama mencoba berpikir dewasa.Usia antara 18 – 25 tahun, tapi itukah etika diusia itu? Amarah yang bergejolak, seperti amarah siswa SMP bahkan SD.

Sadar atau tidak kini tujuan bukanlah lagi kebaikan. Lebih dari itu semua, ada ambisi yang menyelinap. Ada hal lain yang lebih besar yang ingin direncanakan. Ada hal kotor pun akal bulus yang menjelma dalam sukma. Hasrat besar yang terpampang dalam Visi-Misi, kebaikan tak tersurat lagi. Amat besar, lebih besar dari segalanya, hal kotor tersirat dari berbagai emosi.

Hei! Kalian semua calon pemimpin, sadarlah! Kalian baru saja memperlihatkan perilaku bejat kalian. Belum di-sahkan, belum pula dilantik, perilaku tak bermoral telah tampak.

Demikian kekecewaan kami berlabuh. Tak inginkan harap jua.


Palu. Kamis, 29 Maret 2018