Jumat, 22 November 2019

Pertama untuk Cerita


Banyak cerita yang terjadi, membuat foto biasa ini menjadi amat berharga bagiku. Mungkin ada satu atau dua foto yang diabadikan panitia secara baik, tetapi bagiku ini tetap yang paling berharga. Sebenarnya sudah lama foto ini mengendap di memori gawai. Bahkan saya tak ingat pernah menyimpan foto ini😅. Foto ini diambil lebih dari setahun yang lalu, tepatnya 29 Januari 2018. Hari penentuan masa luar biasa dalam hidup saya.

Oke jadi alasan kenapa foto ini akhirnya diputuskan untuk diupload adalah karena sedang merindu eeaaa

Sore tadi, Tiba-tiba ada seorang adik junior sejurusan yang mendatangi saya dan langsung menanyakan perihal itu. Katanya, ia penasaran hal apa yang paling membenani saya ketika niat untuk jadi ketua, pertama kali muncul.
Sejujurnya niat itu tak pernah terbesit sedikitpun. Tak penah. Tapi karena beberapa alasan, saya pun berucap Bismillah, Saya pasti bisa. Hasna pasti bisa! Namun, satu hal yang paling membebani kala itu ialah, pertanyaan yang entah dari mana datangnya dan muncul di pikirkan saya sendiri. 
"Maukah teman-teman lelaki dipimpin oleh seorang perempuan?"
Itu yang tiba-tiba selalu terngiang di pikiran saya selama seharian proses sidang *lebaykansaya.
Bahkan yang lebih lebaynya lagi😅 saya lupa makan seharian penuh. Nanti malam setelah kegiatann barulah saya merasa lapar dan sadar bahwa belum makan sejak pagi. Astaghfirullah.

P.s. keempat orang yang dalam foto itu adalah srikandi yang juga direkomendasikan untuk menjadi bakal calon🤭

Selasa, 18 Juni 2019

Bersikap Ramahlah, Meski Orang Itu Lebih Muda Darimu

Assalamualaikum. Salam Petang.
Hai. Aku Hasna. Kali ini aku mau cerita sedikit perihal yang kulalui hari ini. Tidak banyak, hanya sepenggal muhasabah untuk diri sendiri pun untuk teman-teman jika berkenan. hehe. Jadi agenda aku hari ini sudah tersusun sejak kemarin, hingga kemarin malam pun aku sudah pamit sama Mama untuk kegiatan hari ini.
Pagi tadi, setelah sholat subuh, beres-beres rumah, bantu mama jagain bos kecil dan olahraga ringan aku pun bersiap-siap untuk berangkat menjalankan agenda hari ini.
“Eh, Na kalau sempat dan bisa, kamu cepat pulang ya.  Soalnya adikmu tadi telpon minta diantarin kain pel sama pembersihnya,” ujar mama tiba-tiba.
Aku mengkerut bingung.
“Insya Allah ya, Ma. Kan Hasna sudah bilang tadi malam, setelah servis motor Hasna mau lanjut ngajar ba’da dzuhur, sekitar jam 1 sampe sore.”
Aku menarik napas panjang, sepertinya hari ini akan terasa panjang. Sebelum berangkat ke tempat servis aku meminta STNK motor sama mama. Mama mengelak katanya dulu waktu dia pergi ke tempat servis gak dimintain STNK. Aku pun bersikeras, memaksa, sementara mama sedang memberi ASI si bos kecil. Akhirnya aku mengalah dengan mengancam, “Awas aja ya, kalau sampe dimintain, kumales bolak-balik soalnya.” ucapku sebelum akhirnya mencium tangan mama kemudian pamit.
Suasana hatiku sedang baik saat keluar rumah terlebih cuaca pagi ini juga tampak cerah. Sampai ketika aku tiba di tempat servis motor –Bye the way, motor aku itu motor apa, gak perlu kusebut ya –semuanya terasa kacau, termasuk suasana hatiku. hiks.
Saat tiba di dealer tempat aku akan servis motor, ternyata dealernya sudah buka, padahal saat itu masih pukul delapan pagi. Kata mama, saat dia ke tempat itu, mereka buka pada pukul Sembilan pagi, itulah alasan aku datang pukul delapan agar bisa lebih cepat mendaftar. Kulihat para karyawan tampak sibuk, mencek satu-persatu motor yang sudah terparkir rapi untuk diperbaiki dan ada yang tampak sudah mulai mengotak-atik motor. Aku memarkir motorku kemudian berjalan pelan, celingak-celinguk mencari orang setelah melihat ke meja pendaftaran yang tampak tak berpenghuni. Tak lama tampak bapak-bapak tinggi, agak gendut berseragam dealer tersebut mendekatiku.
“Ada apa mbak?” tanyanya.
“Mau Servis, Pak,” jawabku halus.
“Ada STNKnya?”
“Ha? STNK?” aku terkejut. Aduh mampus! mamaaaaa! keluhku dalam hati.
“Harus pakai STNK ya, Pak?” Aku masih berusaha meyakinkan dengan intonasi selembut mungkin.
“Kok Tanya saya? Tanya Polisi sana! emangnya naik motor tidak bawa STNK? jangan naik motor kalau tidak bawa STNK!” Ia membentakku keras, mungkin saja ini perasaanku. Tapi kulihat orang-orang disekitar seketika melirikku.
Aku hanya mengangguk, sambil menjawab ohh iya, Pak. Kebayangkan bagaimana perubahan suasana hatiku saat itu, Malu dan aarggghhh.
“Nda bawa STNK ya, dek?” Ia masih melanjutkan pertanyaannya. Aku hanya mampu menggeleng.
“Kenapa tidak bawa STNK? SIM juga tidak bawa?”
Aku menggeleng lagi.
Ia tersenyum mengejek, lalu kembali bertanya, “apanya yang mau diservis?”
“Mau ganti sayap depan dan spionnya, Pak.”
“Sayap depan coba tanya disebelah, ” ucapnya lagi sambil menunjuk dealer besar yang berdiri tepat disebelah tempat servis motor. Kuperhatikan dealer motor itu masih dengan hati terenyuh, merasa sakit, seperti ada yang membendung, siap meluap. ahh gadis cengeng!
Karena tak mampu lagi – tanpa pergi bertanya ke dealer sebelah – Aku berjalan menuju motorku yang terparkir, menyalakannya kemudian melaju dengan butiran tak terbendung di pipiku. Dalam pikiranku terngiang bentakkan bapak-bapak tadi. Inginku mengumpat, namun ditempat yang lain justru berucap istigfar. Aku melaju, berusaha tenang, menarik napas lebih dalam dan menentukan dengan cepat ke mana sebenarnya aku akan pergi. Akhirnya aku memutuskan untuk pergi ke indekos teman, menenangkan diri.
Kurang lebih, seperti itulah sedikit perihal yang ingin kuceritakan, yang intinya aku tidak ingin menyalahkan siapapun. Bapak-bapak itu ataupun diriku sendiri yang terlalu lemah. Terlepas dari itu, muhasabah yang kudapatkan adalah bersikap ramah. Bersikap ramahlah, kepada saudara, adik, kakak, orang tua, paman, bibi, nenek, kakek, teman, rekan kerja, pelanggang, siapun itu, Meskipun orang itu lebih muda darimu. Ya, setiap orang memiliki hati yang berbeda, tingkat kelembutannya pun berbeda.Yang intinya bersikap ramah itu perlu. Tapi satu hal yang paling kupelajari. Jadilah kuat. hehe
Selamat Malam. Salam Petang.
Wassalam.

Senin, 18 Maret 2019

Mengapa

Mengapa

Aku menghitung detik
Menit seperti menghela
Seakan waktu memiliki tangan, kemudian menyapaku

Aku meniti detik
Setiap hembusan menit
Seakan waktu memiliki wajah, kemudian mengejekku

Aku menghambur pada detik
Melempar tanya pada menit
Mengapa ada temu?
Jika berpisah pada akhirnya?
Mengapa ada mengikat?
Jika melepas pada akhirnya?
Mengapa ada peduli?
Jika terserah pada akhirnya?
Mengapa ada perjuangan?
Jika merela pada akhirnya?
Mengapa ada menyayangi?
Jika memusuhi pada akhirnya?
Mengapa ada mencintai(TAI)
Jika memBENCI pada akhirnya?
Mengapa ada bersama?
Jika sendiri pada akhirnya?

Waktu,  lihatlah skenariomu
Kau biarkan aku bertaman pada temu, pada bahagia, pada keberadaan,  pada peduli, pada ikatan, pada kasih, pada cinta dan pada perpisahan.

Lihatlah kau biarkan aku mengeja rasa sakit, mengunyah pilu dan dan menelan duka. Nikmat, seperti menunggu nyawa, seberapa lama ia mampu bertahan.

Waktu, kau biarkan aku mengukir sedikit tapi banyak, seluruh rasa dalam aliran denyut nadiku.

Waktu kau biarkan aku tenggelam pada luasnya lautan kesedihan hingga nafas ini habis dan aku hanya berharap ini segera berakhir.

Waktu, aku adalah patung batu, air mata ini bukan apa-apa,  Lihat saja, akan kubalas kau!  Sembarangan membuat skenario!

Kau tahu, aku pernah punya mimpi, pernah punya harap, pernah menjadi yang paling bahagia. Pernah, waktu!
Semuanya karena kau!
Waktu, waktu, waktu!!!